More
    BerandaUncategorized"Bukan Sok Suci" Tetapi Menjaga Kebiasaan Baik Beragama

    “Bukan Sok Suci” Tetapi Menjaga Kebiasaan Baik Beragama

    Pernahkah Anda dikatakan “sok suci” oleh orang lain saat ingin menerapkan kebaikan atau ajaran agama? Saat seseorang, ingin menjaga kebiasaan baik beragama, kata “sok suci” sering disematkan kepadanya.

    Apakah kata ini sekedar konteks bercanda atau mengarah kepada merendahkan, tentu tak elok kita mengucapkan kata ini. Kata “sok suci” akan melukai hati orang yang dibicarakan.

    Bercanda “sok suci” sudah jamak digunakan orang saat berbicara dengan teman-teman. Akan tetapi, tetap saja kata ini jika ditempatkan pada tempat yang salah bisa berbahaya.

    Bahaya atau dampak buruknya bisa mengarah kepada kesehatan mental seseorang. Seseorang bisa tertekan jiwanya dari ucapan orang lain yang bernada “merendahkan “, bagi orang yang mudah berkecil hati atau jiwanya labil.

    Saat seseorang yang awalnya ingin berbuat baik, akhirnya menjadi tidak jadi, karena sungkan (merasa tidak enak hati) kepada orang lain atau merasa terintimidasi. Sungguh disayangkan, kebaikan hilang karena perkataan orang.

    Ini menjadi sebuah tantangan bagi mereka yang ingin tetap istiqomah dalam menerapkan ajaran agama dalam kesehariannya. Akankah Anda mundur melakukan kebaikan karena perkataan orang lain yang merendahkan?

     

     

    Apa Itu “Sok Suci”?

    Menjaga kebiasaan baik seyogyanya dimulai sejak dini. Untuk memulai melakukan kebiasaan baik akan mendapatkan banyak tantangan.

    Salah satu tantangannya adalah dilabeli dengan ungkapan “sok suci”. Apa arti kata “sok suci itu”? “Sok suci” berasal dari kata sok dan suci.

    Melansir dari kbbi.web.id, arti kata “sok” adalah:

    • berlagak (suka pamer dan sebagainya)
    • merasa mampu dan sebagainya, tetapi sebenarnya tidak.

     

    Sedangkan kata “suci” dari kkbi.web.id mempunyai makna:

    • bersih (dalam arti keagamaan, seperti tidak kena najis, selesai mandi janabat).
    • bebas dari dosa; bebas dari cela; bebas dari noda.
    • keramat.
    • murni (tentang hati, batin).

     

    Dari penjelasan di atas, “sok suci” (sanctimonious) mempunyai makna bahwa seseorang yang menunjukkan dan merasa memiliki moral yang lebih baik dari orang lain dan memandang orang lain berada di bawahnya.

    Sikap “sok suci” ini biasanya ditunjukkan dengan:

    • merasa paling benar sendiri
    • tidak suka menerima nasehat dari orang lain

    Jangan Takut Istilah “Sok Suci”

    Menjaga kebiasaan baik dalam beragama tidak perlu takut jika kita dikatakan “sok suci”. Biarkan ketulusan Anda yang berbicara dan memberi bukti.

    Ketulusan atau keikhlasan akan memberikan makna yang tinggi dan mulia walaupun tidak diketahui oleh orang lain. Ketulusan atau keikhlasan tidak perlu diungkapkan dengan kata-kata karena Allah subhanahu wa ta’ala tidak memerintahkan untuk berbuat demikian.

    Orang yang ikhlas tidak perlu validasi dari orang lain karena hanya mereka yang berhati mulia yang bisa melihatnya. Ikhlas akan melindungi pelakunya dari berbagai macam kejelekan yang mungkin akan menimpanya.

    Seorang ulama bernama Ar-Rabi bin Khutsaim rahimahullah, berkata dalam kitab Siyar A’lam Nubala 4/259: “Segala sesuatu yang tidak diniatkan mencari wajah Allah dengannya, pastilah akan sirna”.

    Kesudahan bagi orang yang tidak ikhlas akan sirna karena hanya mereka yang kokoh berjuang dalam keikhlasan yang akan tetap tegak berdiri. Orang yang hasad akan terus terjebak dalam kebencian hatinya. Betapa sulit mereka melepaskan diri dari kedengkian yang membelenggunya.

    Orang yang sombong akan terus berada dalam lingkaran toxic dalam setiap hubungannya dengan orang lain. Perasaan paling hebat dan paling benar telah menjerumuskan dirinya dalam kehinaan.

    Orang yang pamer akan terbelenggu siksa pujian dari orang lain. Hidupnya terasa sulit jika tidak ada yang memujinya. Pujian manusia terkadang adalah bentuk menjilat atau ingin mendapatkan keuntungan duniawi. Karena bagi orang yang beriman dan ikhlas tidak membutuhkan semuanya itu.

    Keikhlasan menyelamatkan seseorang dari siksa dunia dan akhirat. Orang yang ikhlas akan mengetahui mana perbuatan yang “sok”, pamer, atau ikhlas.

    Seorang ulama, Sahl bin Abdillah rahimahullah dalam kitab Syu’abul Iman karya Abu Bakr Al-Baihaqi, jilid 9 halaman 188, berkata: “ Hanyalah orang yang ikhlas yang mengetahui riya’. Hanyalah seorang mukmin yang mengetahui kemunafikan. Hanyalah orang yang berilmu yang mengetahui kebodohan. Hanyalah orang yang taat yang mengetahui kemaksiatan. “

     

    Sejarah Munculnya Kata “Sok Suci”

    Menelisik sejarah “sok suci” ini dikaitkan dengan bagaimana istilah ini muncul pertama kali. Istilah dari makna sok suci muncul pertama kali pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Pada masa ini, terjadi perbedaan pendapat antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abi Sufyan yang memicu perselisihan antar sesama muslim.

    Terjadi gelombang protes dan ketidakpuasan di mana-mana. Hingga muncul kelompok yang memisahkan diri dan membentuk kelompok baru bernama Khawarij. Kelompok ini tidak mencocoki dengan pendapat Ali bin Abi Thalib dan lebih memilih pendapat mereka sendiri.

    Kekacauan mulai muncul karena kelompok yang mengklaim “merasa benar” dengan pendapatnya sendiri mulai melakukan tindakan-tindakan yang menyelisihi kaum muslimin secara umum.

    Kekacauan muncul karena “merasa paling benar”, merasa telah melakukan tindakan yang benar sehingga tidak peduli dengan nasehat orang lain dan tindakan seperti inilah yang dikategorikan “sok suci”.

    Merasa mempunyai dalil dalam melakukan tindakan tertentu akan tetapi dalil yang diambil ternyata menyelisihi bimbingan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam. Inilah awal mula istilah “sok suci” muncul dan berlanjut sampai saat ini.

     

    Menjaga kebiasaan baik dalam semua aktivitas sehari-hari mempunyai efek yang baik bagi kehidupan seseorang. Menerapkan ajaran agama dalam kehidupan dituntunkan agar menjadi kebiasaan yang baik.

    Menjalankan ajaran agama bukanlah seperti perkataan orang “sok suci”. Akan tetapi positive habit yang wajib kita lakukan. Menjalankan agama itu bukan beban, bukan pula takut perkataan orang, akan tetapi kesadaran yang perlu dipupuk dan diimplementasikan.

    Menjalankan kebiasaan baik beragama bukan hanya menjalankan kewajiban saja. Akan tetapi ada sebuah nilai spiritualitas yang mendekatkan hamba dengan Penciptanya.

     

     

     

     

     

     

     

     

    TINGGALKAN KOMENTAR

    Silakan masukkan komentar anda!
    Silakan masukkan nama Anda di sini

    Must Read

    spot_img