infokalimalang | Jepara – Kelompok dari berbagai elemen masyarakat yang tergabung di Masyarakat Peduli Jepara atau MPJ, Kamis (23/1/2025) di depan komplek perkantoran Setda Kabupaten Jepara mengadakan aksi demonstrasi atau unjuk rasa dengan tertib dan damai terkait penolakan atas penetapan dan pemberlakuan UMSK atau Upah Minimum Sektoral Kabupaten Jepara Tahun 2025.
Aksi unjuk rasa ini diikuti dari berbagai kelompok dan pelaku usaha yang akan terdampak berlakunya UMSK Jepara Tahun 2025. Mereka menuntut agar SK Gubernur Jateng tentang penetapan UMSK Jepara Tahun 2025 dikaji ulang dan direvisi. Nampak para pendemo yang dipimpin oleh penanggung jawab dan koordinator aksi Tri Hutomo menyampaikan aspirasinya dan membacakan petisi 14 tuntutan yang ditujukan kepada Pj Bupati Jepara dan pemangku kebijakan terkait kenaikan upah di Kabupaten Jepara.
Kegiatan ini diawasi langsung oleh petugas keamanan dari Polres Jepara, Kodim 0719/Jepara, Satpol-PP, dan Damkar Kabupaten Jepara.
Usai melakukan orasi lewat mobil komando, para perwakilan pendemo sejumlah 6 (enam) orang langsung di terima di Ruang Rapat RMP Sosrokartono Setda Jepara dan audiensi dipimpin oleh Sekda Jepara, Edy Sujatmiko, Kepala Satpol PP dan Damkar Kabupaten Jepara, Trisno Santoso, Kepala Diskopukmnakertrans Kabupaten Jepara, Samiadji, dan Kabag Ops Polres Jepara Kompol Sutono.
Tri Hutomo menyampaikan bahwa Masyarakat Peduli Jepara atau MPJ yang terdiri dari masyarakat Jepara dan pelaku usaha di sekitar pabrik manufaktur atau padat karya sangat keberatan dan menolak pemberlakuan UMSK Jepara Tahun 2025. “Angka kenaikan UMSK yang menurut kami sangat tinggi akan berdampak luas terhadap kondisi sosial dan perekonomian masyarakat Jepara,” katanya.
“Hal itu akan memperberat biaya operasional pabrik dan dampaknya akan berpengaruh terhadap nasib para pedagang dan pelaku usaha di wilayah pabrik di Jepara. Kalau pabrik relokasi ke daerah lain dan menutup usaha, tentunya berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat Jepara karena akan terjadi PHK massal,” cetusnya.
Sementara Edy Sujatmiko sebagai Ketua DPK atau Dewan Pengupahan Kabupaten Jepara berujar bahwa setelah melakukan audiensi dengan pengusaha dari Korea dan China di Jepara. “Kami melakukan kajian dan mengajukan hasil dari peninjauan, DPK atau Dewan Pengupahan Kabupaten Jepara mengusulkan revisi UMSK 2025 kepada Pj Bupati Jepara yang akan ditindaklanjuti ke Pj Gubernur Jawa Tengah melalui Disnakertrans Jateng,” ujarnya.
Usulan dari pengusaha untuk perubahan nominal UMSK Jepara Tahun 2025 yaitu: Sektor 1 (kenaikan 8% Rp. 2.646.988.2 dan 8.5% Rp. 2.659.242.7 dari UMK 2024), Sektor 2 (kenaikan 7% Rp. 2.622.479 dan 7.5% Rp. 2.634.733.6 dari UMK 2024), dan Sektor 3 (kenaikan 7% Rp. 2.622.479 dari UMK 2024).
Samiadji dalam kesempatan yang sama menjelaskan bahwa setelah DPK Jepara melakukan kajian secara riil dengan sampling 33 (tigapuluh tiga) perusahaan sektor manufaktur atau padat karya di Jepara. “Ada potensi PHK, kedepannya 2-5 tahun mendatang akan kehilangan potensi investasi sebesar Rp. 2T lebih. Dampak terhadap PDB, pembangunan secara umum serta dampak sosial yang timbul jika UMSK terlalu tinggi. Jadi UMSK tetap ada,” tuturnya.
“Usulan pengusaha sebesar 0.5%, namun dewan pengupahan Jepara juga mempertimbangkan asas rasionalitas, proporsionalitas atau kepatutan. Buruh menuntut tinggi, kalau rendah berdasarkan hasil kajian, ada yang 0.5% dan 1.5%. Sebagian masyarakat dan pengusaha yang bekerja di sektor mikro yang kita mintain pendapat seperti pengusaha kost-kost an dan lain-lain, memang buruh menuntut kesejahteraan. Namun, kajian tahun 2026 pengusaha akan pindah dari Jepara dan ini yang kita sayangkan jika benar-benar terjadi. Lima tahun ini upah buruh selalu naik, karena di Jabodetabek seperti Kabupaten Tangerang ketika upah buruh diangka Rp.3.6jt – Rp. 3.8jt, pengusaha sudah lari ke Jepara. Kalau sesuai usulan serikat buruh sebesar Rp. 2.9jt hampir Rp. 3jt. Pengalaman mereka akan lari ke daerah lain. Karena pabrik-pabrik yang ada di Jepara sudah punya cabang di daerah lain. Ini hasil riil komunikasi langsung dengan owner, TKA, penerjemah, manajer, dan HRD dan kita sudah menerima audiensi mereka pada 20/1/2025. Mekanisme rapat dewan pengupahan kolektif kolegial terdiri dari 3 (tiga) unsur yaitu pemerintahan dari Sekda, perwakilan OPD, akademisi, dewan pakar, unsur wakil asosiasi pengusaha yaitu APINDO, dan unsur Serikat Pekerja dan Serikat Buruh,” tandas Samiadji.
Samiadji menambahkan,” Tidak ada kesepakatan kalau rapat dewan pengupahan harus memenuhi 3 (tiga) unsur, karena berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2021 Tata Cara Pengangkatan, Pemberhentian, dan Penggantian Anggota Dewan Pengupahan, dan Tata Kerja Dewan Pengupahan, bunyi Pasal 35 ayat 5 Dalam hal musyawarah tidak mencapai mufakat maka dapat dilakukan pemungutan suara terbanyak,” tambahnya.
“Atau istilahnya voting, kemarin sepertinya dari Serikat Pekerja dan Serikat Buruh kuatir kalah. Jadi dewan pengupahan membuat tatib forum dan yang hadir 14 anggota, di Pasal 37 sebelum tatib dibuat oleh Ketua Dewan Pengupahan, kita bacakan tatib di forum sidang pengupahan sehingga ada yang kurang atau lebih bisa ditambahkan atau dikurangi, jadi sangat demokratis di dewan pengupahan. Walaupun terjadi perbedaan pendapat namun pada akhirnya telah diputuskan sesuai mekanisme forum. Dewan pengupahan merekomendasikan kepada Pj Bupati Jepara untuk diusulkan ke Pj Gubernur Jateng dan yang nantinya akan menetapkan dan sudah disampaikan oleh Pj Bupati Jepara ke Pj Gubernur Jateng. Tinggal menunggu hasil keputusan dari Gubernur Jateng seperti apa,” imbuhnya.
Salah satu perwakilan dari MPJ yang hadir menegaskan apa yang disampaikan oleh Sekda Jepara dan Kadisnaker Jepara, ada memaksakan kehendak dan arogansi, kita harus bisa mengantisipasi kalau usulan dari dewan pengupahan Jepara ke Pj Gubernur Jateng disetujui. Karena ada indikasi dan kita cermati, mereka melakukan tindakan massal dengan memblokade pekerja yang mau masuk ke perusahaan dan mematikan hak untuk bekerja, berdampak terhadap perekonomian dan bisa berdampak terhadap absensi pekerja dan beresiko pemecatan. Mereka memblokade jalan, fasilitas umum dan pengguna jalan, dan potensi ini harus dipikirkan dari pihak kepolisian. Kalau masyarakat jengah terhadap situasi yang terjadi dan dilakukan terus menerus, bisa jadi masyarakat akan bertindak sendiri dan berbenturan. Dan ini harus dipikirkan untuk menjaga kondusifitas dan iklim investasi di Jepara. Dan ini juga mohon bisa menjadi kajian dan potensi-potensi itu bisa diantisipasi sejak awal.
“Keamanan dan kondusifitas wilayah menjadi tugas bersama,” tegasnya.
Tri Hutomo dalam orasinya mengatakan bahwa Petisi Masyarakat Peduli Jepara atau MPJ sudah diserahkan kepada Sekda Jepara,” Semoga bisa menjadi pertimbangan oleh Pj Gubernur Jateng agar kebijakan mempertimbangkan sektor-sektor yang lain jangan hanya mempertimbangkan satu sektor dan itu dipaksakan. Dan pemerintah harus memperhatikan sektor usaha mikro. Hasilnya semua demi perekonomian Kabupaten Jepara, menjaga keberlangsungan investasi,” paparnya.
“Perlu adanya ketegasan dari pemerintah untuk mengevaluasi dan mengkaji ulang dampak pemberlakuan UMSK Jepara Tahun 2025,” imbuhnya.
“Jepara butuh iklim investasi yang kondusif, karena Jepara bukan milik satu golongan saja dan bukan milik serikat buruh, tapi banyak sektor lain yang butuh pekerjaan dan butuh investasi. Jangan hanya kepentingan buruh dan pekerja di pabrik saja yang diakomodir, namun kepentingan warga sekitar pabrik yang berjualan, pelaku usaha UMKM, jasa parkir, laundry, PKL yang juga menggantungkan penghasilannya dari pabrik manufaktur dan padat karya yang beroperasi di wilayah Jepara,” cetus Tri Hutomo.
Salah satu pedagang yang ikut orasi juga berharap agar kenaikan upah bagi buruh dan pekerja pabrik tidak berdampak terhadap kondisi perekonomian keluarganya.
Saat audiensi dengan kelompok Masyarakat Peduli Jepara, Kompol Sutono mewakili Kapolres Jepara menerangkan agar masyarakat di sekitar lingkungan pabrik harus peduli atas dampak yang terjadi seperti pemblokiran pada saat terjadi unjuk rasa di sekitar pabrik seperti di Mayong. Menurutnya,” Karena dampak pemblokiran hanya dalam 1 menit saja, perusahaan akan mengalami kerugian ratusan juta. Masyarakat harus peduli dampak yang terjadi karena para pengusaha juga mempunyai komunitas di Asia Pasifik dan mereka selalu berkomunikasi aman tidak di Jepara,” tuturnya.
“Kami sudah berupaya, namun mereka cenderung menggunakan model-model yang mohon maaf memblokir seperti yang disampaikan. Kita tidak ingin di Jepara ini ada potensi konflik manakala apa yang disampaikan diusulkan tidak dengan kepala dingin. Kami mengucapkan terimakasih kalau aspirasi dan usulan disampaikan secara elegan. Kami dari Polres Jepara, TNI instansi terkait, dan pemerintah daerah hadir untuk mengamankan tidak ada kepentingan apa pun. Apa yang disampaikan Sekda semua keputusan pemerintah untuk melindungi masyarakat dan untuk kepentingan masyarakat dan pengusaha kita dukung,” terangnya.
“Tapi kalau untuk kepentingan yang dipaksakan dan dampaknya tidak terpikirkan kita tidak dukung. Mohon semuanya paham situasi Jepara yang luar biasa. Saya tahu betul karena saya tahun 2014 mengawali PMA datang ke Jepara di Kecamatan Mayong, pernah muncul potensi konflik. Dan sekarang, Jepara sudah seperti ini, ayo kita pertahankan bukan sebaliknya. Kita jangan sampai hanya menuntut hak namun tidak peduli lingkungan, kita harus jaga Jepara kondusif dan Polres Jepara butuh dukungan dari semua elemen masyarakat. Kita tidak memihak salah satu pihak tapi kita berada ditengah-tengah dengan syarat Jepara kondusif, investasi tetap jalan dan masyarakat tidak terganggu,” tandasnya.
“Apapun yang diputuskan pemerintah kita jaga, kita kawal dan Polres Jepara hadir untuk mengamankan,” tegas Kompol Sutono.
Senada dengan Tri Hutomo dan Kompol Sutono, Edy Sujatmiko berucap kalau penyampaian pendapat dengan cara kekerasan dan pemaksaan kehendak, harusnya dengan cara diskusi. “Cara seperti itu akan mematikan rejekinya sendiri, masyarakat supaya cerdas dan dipikirkan dengan cara kondusif. Kita informasikan kepada seluruh masyarakat dan pekerja. Serikat Pekerja dan Serikat Buruh Jepara harus berpikir secara keseluruhan jangan hanya untuk organisasinya saja tapi secara makro,” ucapnya.
Dalam audiensi ini juga muncul usulan dari perwakilan kelompok Masyarakat Peduli Jepara atau MPJ bahwa sebaiknya para ketua, pengurus dan anggota Serikat Pekerja dan Serikat Buruh di perusahaan PMA yang ada di Jepara dari warga lokal asli Jepara.
“Karena kalau mereka warga luar kota atau kabupaten, cenderung mereka tidak peduli dan tidak faham kondisi lingkungan di wilayah Jepara. Namun kalau pengurusnya dari warga lokal, tentunya tahu keadaan sekitarnya,” pungkasnya.
Senada dengan hal itu, Tri Hutomo menyampaikan usulan kepada Sekda Jepara sebaiknya ketua dan pengurus SP atau SB berasal dari warga lokal Jepara. “Terkait serikat buruh, kami sering menerima aduan-aduan dari buruh pabrik ketika mereka ada permasalahan mengadu ke serikat buruh namun respon lambat dan kurang cepat dalam mengambil langkah-langkah strategis pemecahan masalah, karena kebanyakan pengurusnya berasal dari luar kota. Karena para pengurus tidak mengetahui betul kondisi lingkungan dan ekonomi dampak dan potensi apa. Mereka tidak memikirkan secara detail. Lain ketika kepengurusan diisi oleh orang lokal yang punya jiwa kepemilikan dan kepedulian bahwa ini daerah ku, jadi mereka punya tanggungjawab bersama-sama. Kalau mereka orang luar tidak punya totalitas memperjuangkan itu,” pungkas Tri Hutomo.