Oleh : Pengurus Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Cabang Tangerang Selatan
INFOKALIMALANG, TANGSEL – Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat gabungan Satpol PP Tangerang Selatan terhadap salah satu kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Pamulang Cabang Ciputat sekaligus pengurus Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) cabang Tangerang Selatan yang melakukan aksi unjuk rasa pada senin, 22 juni 2024 kemarin, di depan Balai Kota Tangerang Selatan.
Kegiatan tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi yang dijamin oleh konstitusi. Hak atas Kebebasan Berpendapat dan Berkumpul pada Pasal 28E ayat (3) UUD 194 dimana menjamin setiap warga negara berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Aksi unjuk rasa adalah salah satu bentuk nyata dari hak tersebut. Namun keberingasan Satpol PP yang represif melakukan pengeroyokan terhadap mahasiswa yang sedang menyuarakan pendapat merupakan pelanggaran terhadap hak-hak konstitusional yang perlu di usut tuntas oleh pihak berwajib.
Satuan polisi Pamong Praja (Satpol PP) dalam menjalankan tugas sesuai amanat UU No 23 Tahun 2014 pasal 256 ayat (7) yang menjelaskan tugas pokok daripada Satpol PP yakni menyelenggarakan ketertiban umum dan menyelenggarakan perlindungan terhadap masyarakat sudah seharusnya aturan tersebut dipatuhi dan menjadi pedoman bagi setiap anggota dalam menjalankan tugasnya serta mematuhi prinsip-prinsip sesuai amanat perundang-undangan yang berlaku di negara ini.
Penggunaan kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur, seperti pengeroyokan terhadap salah satu kader HMI Komisariat Pamulang Cabang Ciputat, jelas melanggar hukum. Tindakan yang dilakukan oleh kelompok Satpol PP tersebut merupakan bentuk nyata penyalahgunaan wewenang dan kekerasan yang melanggar ketentuan perundang-undangan.
Pasal 28G ayat (2) UUD 1945 menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi mahasiswa yang mengalami kekerasan fisik dari aparat seharusnya mendapatkan perlindungan dari tindakan semacam itu.
Aparat yang melakukan kekerasan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Pasal 351 KUHP mengatur tentang penganiayaan yang menyebabkan luka fisik pada korban.
Aparat yang terbukti melakukan penganiayaan harus dikenakan hukuman pidana sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku sehingga dapat memberikan efek jera terhadap pelaku. tindakan kekerasan terhadap mahasiswa yang melakukan aksi unjuk rasa tidak hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga mencederai prinsip-prinsip hukum dan demokrasi.
Oleh karena itu, Permahi Cabang Tangerang Selatan menegaskan perlunya ada tindakan hukum yang tegas dan transparan untuk memastikan keadilan bagi korban serta mencegah terulangnya kejadian serupa di kota Tangsel.
Kami yang terhimpun dalam Permahi cabang Tangerang Selatan akan mengawal permasalahan ini sampai proses hukum berjalan dan pelaku pengeroyokan di tangkap dan diadili seadil-adilnya.
Olehnya itu Permahi cabang Tangerang selatan menimbang dan menekankan beberapa persoalan atas kejadian yang mengecamkan ini, diantaranya :
1. Bahwa Permahi Tangsel menekankan ancaman Pidana pada Hak Menyampaikan Pendapat dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di muka Umum Pasal 18 (1) “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan Undang-Undang ini dikenakan pidana penjara paling lama 1 Tahun”.
2. Bahwa Permahi Tangsel menginginkan kepastian hukum yang mana sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dalam hal ini terlapor disangkakan dengan pasal 170 bahwa “Pelaku yang secara bersama-sama dan terang-terangan melakukan kekerasan terhadap orang atau barang dijerat tindak pidana pengeroyokan yang diatur tersendiri dalam Pasal 170 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.”
3. Bahwa Permahi Tangsel mendesak polres Tangerang Selatan untuk segera memberikan atensi khusus terhadap laporan yang diajukan oleh kader hmi komipam (korban) terkait dengan pengeroyokan yang diduga dilakukan oleh kelompok Satpol PP Tangsel terhadap kader HMI Komipam untuk segerah di proses dan di tangkap.
4. Bahwa Permahi Tangsel mendesak Walikota Tangsel untuk bertanggung jawab atas pengeroyokan yang dilakukan oleh Satpol PP terhadap kader HMI Komipam sesuai dengan ketentuan Peraturan Walikota Tangerang Selatan Nomor 54 Tahun 2022 tentang Kedudukan,Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi, Dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja Pasal 3 (2).
5. Bahwa Permahi Tangsel memberikan peristiwa pengeroyokan ini kedalam catatan merah kepemimpinan Walikota Tangerang Selatan yang gagal menjaga serta menjalankan nilai-nilai demokrasi, sehingga kelayakan seorang Benyamin Davnie dipersoalkan untuk mencalonkan diri Kembali pada Pilwalkot Tahun ini.
Demikian maklumat kami, untuk kemudian diterima, dibaca, dan dilaksanakan sesuai ketentuan UU yang berlaku. Pada hakikatnya Permahi Tangerang Selatan menginginkan agar hukum di tegakan seadil-adilnya guna mengembalikan rasa keadilan Masyarakat yang tersakiti atas peristiwa yang penuh kecaman dan kutukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, maka dengan ini kami juga berharap setiap penegak hukum agar menjadikan instansinya sebagai cerminan pengayom, pelindung terhadap Masyarakat yang baik, berkeadilan, dan berkemanusiaan. **