Media sosial di kalangan remaja menjadi bagian penting dalam kehidupan mereka di era digital ini. Remaja yang sebagian besar adalah generasi Z, lahir, bertumbuh dan hidup di era digital.
Remaja gen Z merupakan satu-satunya generasi, hidup dalam masa teknologi yang semakin canggih dan serba digital. Tak heran mereka menjadi individu yang akrab dan cepat beradaptasi dengan teknologi, dibandingkan dengan generasi sebelumnya.
Penyalahgunaan media sosial di kalangan remaja adalah permasalahan yang harus diselesaikan. Penyalahgunaan tanpa solusi bisa berdampak buruk pada kehidupan mereka, di masa mendatang.
Berikut adalah tujuh bentuk penyalahgunaan media sosial yang banyak dilakukan oleh remaja.
1. Pencemaran Nama Baik
Media sosial di kalangan remaja digunakan untuk berinteraksi sosial secara daring. Media sosial tak luput pula dari bentuk penyalahgunaan yang dilakukan para remaja ini.
Salah satunya adalah pencemaran nama baik. Remaja yang labil, suka berkomentar negatif atau nyinyir tanpa dipikir dahulu dampak dari perbuatannya ini.
Dari sinilah, berkomentar negatif menjadi jalan menuju pencemaran nama baik seseorang. Jika orang yang dicemarkan namanya tidak terima maka akan menjadi panjang urusannya dan berujung pada pidana.
Kasus semacam ini, banyak kita jumpai pada kasus artis yang dibenci haters nya, para tokoh atau influencer yang sedang berselisih atau mempunyai masalah, di bawa ke ranah publik di media sosial dan banyaklah yang berkomentar antara pro dan kontra.
Melansir dari pn-karanganyar.go.id, pencemaran nama baik (penghinaan) diatur dalam pasal 310 ayat 1-3. Kategori pencemaran nama baik jika memenuhi kondisi sebagai berikut:
- Perbuatan dilakukan dengan sengaja;
- Menyerang kehormatan atau nama baik seseorang;
- Menuduh seseorang melakukan suatu perbuatan;
- Menyiarkan tuduhan supaya diketahui umum.
Empat hal diatas yang termasuk kategori pencemaran nama baik. Jika pencemaran nama baik dilakukan secara lisan terancam pasal 310 ayat 1. Sedangkan jika dilakukan dengan surat atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan (menista dengan surat), maka pelaku terjerat pasal 310 ayat (2) KUHP.
Ada tiga kondisi pengecualian, bukan kategori pencemaran nama baik jika penyampaian informasi itu, ditujukan untuk kepentingan umum; dalam rangka membela diri; dan mengungkapkan sebuah kebekebenaran.
2. Cyberbullying
Melansir dari UNICEF, cyberbullying (perundungan yang terjadi pada dunia maya) merupakan salah satu jenis perundungan menggunakan teknologi digital. Kejadian ini banyak kita jumpai di media sosial, platform chatting, platform permainan game, dan ponsel.
Cyberbullying ini merupakan perilaku yang dilakukan secara berulang, bertujuan untuk menakuti, membuat marah, dan mempermalukan korban bullying di platform online atau dunia maya.
Contoh yang termasuk kategori cyberbullying adalah sebagai berikut:
- Mengirim pesan menyakitkan pada seseorang di kolom komentar media online.
- Menyebarkan berita Bohong tentang seseorang dan mempostingnya di media sosial.
- Memposting hal memalukan atau menyakitkan seperti foto memalukan.
- Membuat akun palsu atau masuk melalui akun orang lain untuk membuat kejahatan atau keburukan atas nama orang lain.
- Trolling ( pesan ancaman dan menjengkelkan di platform sosial, chatting dan game online).
- Mengucilkan teman dari komunitas baik komunitas game online, teman sekelas atau lainnya.
- Menghasut untuk membenci atau mempermalukan orang lain.
- Membuat grup atau situs berisi kebencian terhadap individu, kelompok, organisasi atau negara.
3. Pornografi dan Prostitusi Online
Penyalahgunaan media sosial di kalangan remaja yang sangat memprihatinkan adalah prostitusi online dan pornografi. Para remaja yang terjerumus ke dalam dua hal ini, faktor penyebabnya bermacam-macam.
Faktor yang paling umum karena permasalahan ekonomi. Kesulitan ekonomi menjadi alasan pembenaran mereka berbuat tindak asusila. Mereka dengan sadar dan sengaja melakukan tindakan tersebut.
Prostitusi online merupakan transaksi yang dilakukan secara online dalam pertukaran antara hubungan seksual dengan uang atau barang. Dengan kata lain, prostitusi adalah jualan jasa hubungan seks.
Transaksinya dengan menggunakan teknologi digital melalui aplikasi kencan, situs web khusus, dan media sosial. Di Indonesia, larangan pornografi dan prostitusi sudah diatur di dalam Undang-undang RI No. 44 Tahun 2008 tentang pornografi.
Larangan tentang pornografi terdapat dalam pasal 4. Ketentuan pidana tentang pornografi terdapat dalam pasal 29 sampai pasal 38 Undang-undang No. 44 Tahun 2008 tentang pornografi.
Membentengi anak remaja dari salah pergaulan sangat penting. Salah satunya dengan menanamkan ajaran agama sejak dini. Menerapkan ajaran agama menjadi habit (kebiasaan) anak-anak dalam kehidupannya bukan sekedar rutinitas kewajiban semata.
4. Penipuan Online
Penipuan online masih banyak terjadi di sekitar kita sampai saat ini. Penyebabnya karena minimnya resiko pelaku penipuan tertangkap, faktor ekonomi, kemiskinan, tidak ada kesempatan bekerja atau keinginan untuk cepat menghasilkan uang tanpa susah bekerja keras.
Penipuan online terjadi di kalangan remaja karena penipuan memanfaatkan emosi dan kepercayaan para remaja. Misalnya saja kasus penipuan top up di game online, yang disasar adalah para gamer yang notabene masih remaja.
Dampak penipuan online ini tentu sangat merugikan dari sisi finansial, seperti kasus penipuan online yang berhasil membobol rekening 3,7 triliun, yang salah satu pelakunya adalah remaja usia 19 tahun. Selain itu, dampak yang lain adalah hilangnya akses akun media sosial, dan pencurian data pribadi.
5. Penyebaran Berita Bohong
Penyebaran berita bohong atau hoax adalah salah satu penyalahgunaan media sosial di kalangan remaja. Tanpa verifikasi dan teliti sumbernya langsung dibagikan informasi yang didapat.
Tindakan ini akan memperparah keadaan yang ada. Munculnya ketakutan, kekhawatiran hingga tindakan ekstrim berupa kekerasan. Semuanya ini tentu, mengganggu stabilitas keamanan nasional.
Melansir dari situs hukumonline.com, pelaku penyebaran hoax bisa dipidana. Dasar hukumnha adalah:
- KUHP pasal 390
- UU No. 1 Tahun 2023 pasal 506, 263, 264.
- UU ITE 2024 pasal 28 jo. pasal 45 A
6. Ujaran Kebencian
Ujaran kebencian menjadi salah satu bentuk penyalahgunaan media sosial di kalangan remaja. Ini terjadi karena minimnya etika dan adab yang dimiliki.
Bijak menggunakan media sosial bisa membantu mengurangi terjadinya kasus ujaran kebencian karena masing-masing pihak berupaya untuk saling menahan diri agar tidak terjadi perselisihan.
Dampak nyata dari ujaran kebencian adalah terganggunya kesehatan mental anak. Rasa trauma, stres, ketakutan, depresi, dan gangguan kecemasan.
Ujaran kebencian ini terjadi karena kondisi psikologis pelaku dan minimnya kontrol sosial. Pelaku merasa dirinya benar dan menganggap orang lain tidak tahu.
Kontrol sosial terhadap ujaran kebencian di Indonesia masih rendah, terutama di media sosial, yang semua orang bebas berkomentar. Ini bisa dicegah jika pemerintah turun tangan dan membuat regulasi secara spesifik terhadap permasalahan yang muncul dari adanya teknologi digital.
7. Pamer Kekayaan
Pamer kekayaan di media sosial adalah kisah yang nyata pada masa teknologi digital yang menjadi bagian kehidupan sehari-hari. Apakah tujuan ini sekedar pamer, hiburan, pemasaran, atau yang lainnya.
Dalam istilah bahasa gaul terdapat istilah bernama flexing. Kata ini cukup ngetrend di kalangan remaja. Flexing merupakan sebuah bentuk perilaku yang menggambarkan tentang kehidupan seseorang yang penuh kemewahan, hubungan yang bahagia di media sosial, atau menunjukkan sebuah prestasi membanggakan.
Tujuan flexing ini beragam, antara lain:
- pamer kekayaan atau prestasi
- untuk mendapatkan ketenaran
- mendapatkan banyak pujian
- mendapatkan pengakuan
- membuat iri orang lain
Dampak buruk dari pamer ini, bisa menyebabkan seseorang nekat melakukan kejahatan. Jika, seorang anak remaja aja dari keluarga miskin ingin terlihat “wah”, maka bisa melakukan tindak pidana pencurian, penipuan bahkan pembunuhan.
Hindari pamer jika hanya membuat keburukan. Pamer untuk pemasaran, penjualan atau personal branding tentu berbeda, maka gunakan media sosial untuk hal positif seperti ini.
Media sosial di kalangan remaja merupakan sebuah gaya hidup di masa digital ini. Penyalahgunaan media sosial akan berdampak buruk bagi remaja itu sendiri.
Dampak negatif yang terjadi pada remaja misalnya terganggunya kegiatan belajar, munculnya kejahatan, perubahan perilaku sosial, perubahan cara berkomuniakasi, dan terganggunya kesehatan mental.
Langkah nyata mengatasi penyalahgunaan media sosial di kalangan remaja adalah bijak dalam bermedia sosial. Jadilah generasi agen perubahan menuju kebaikan. Binalah hubungan komunikasi yang baik dan senang berinteraksi dengan orang lain.